Banyuwangi – Pungutan liar (Pungli) berkedok sumbangan untuk pengembangan sekolah, diduga terjadi disemua tingkatan, mulai dari SD, SMP dan SMA di Banyuwangi. Bahkan dana BOS yang diberikan pemerintah, diduga penggunaannya juga tidak transparan.
Hal tersebut terungkap saat komisi empat DPRD Banyuwangi melakukan hearing bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di gedung dewan, Rabu (10/8).
Dalam hearing tersebut, dewan juga mengundang Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi, namun pihak Dispendik tidak hadir dalam agenda yang membahas masalah nasib generasi muda tersebut.
Koordinator Forum Solidaritas Masyarakat Transparansi Banyuwangi, As’ad yang juga mewakili wali murid mengatakan, besarnya pungutan yang dilakukan sekolah beragam, mulai dari Rp 500 ribu, Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per siswa.
“Alasan yang digunakan sekolah untuk menarik sumbangan cukup beragam, yakni untuk pengembangan sekolah, seperti perbaikan gedung dan lainnya,” tegasnya.
Selain itu kata As’ad, penarikan sumbangan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Oleh karena itu mereka mendesak dewan selaku wakil rakyat mengeluarkan surat rekomendasi kepada Dinas Pendidikan Banyuwangi.
Isi surat rekomendasi tersebut yakni Dispendik harus mengeluarkan surat edaran kepada seluruh sekolah yang ada di Banyuwangi, agar menghentikan pungli, serta mengembalikan dana yang sudah dipungut dari wali murid.
“Jika dalam tenggang waktu 2 hari tidak ada tindak lanjut, kami akan laporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi,” tegas As’ad.
Sementara itu Ketua Komisi IV DPRD Banyuwangi, Ahmad Taufik mengatakan, pihaknya akan segera menindaklanjuti kasus ini, terlebih kasus pungli sekolah juga menjadi perhatian komisi yang dibidanginya.
Rizki Restiawan