Radiobintangtenggara.com, Banyuwangi – Konon, ada pantangan bagi wisatawan saat berkunjung ke kawasan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), Banyuwangi. Jika tidak ingin terjadi sesuatu dengan diri, jangan pernah ambil apapun kecuali gambar.
Larangan itu bukan hanya karena Taman Nasional Alas Purwo adalah kawasan konservasi. Tapi, juga karena Alas Purwo terkenal sebagai kawasan paling angker di kabupaten ujung Timur Pulau Jawa, tersebut.
“Jangan ambil apapun untuk dibawa pulang, meski hanya sebutir batu,” jelas Santo, salah satu pemandu wisata Banyuwangi, Selasa (4/9/2018).
Larangan itu bermula dari berbagai kejadian tidak masuk akal yang menimpa oknum wisatawan di Alas Purwo. Dimana, mereka berusaha mengambil benda yang ada di destinasi alam andalan Banyuwangi tersebut.
Salah satu kejadiannya, seperti yang menimpa rombongan pelajar asal Banyuwangi. Mereka menjelajah ke arah Gua Istana. Jaraknya dari pos Pancur sekitar 3 kilometer dengan jalan kaki.
Rute ke sana melewati hutan dan sungai berair jernih dan adem. Tak dinyana, saat beristirahat ditepi sungai, salah satu kelompok dari pelajar tersebut menemukan ikan mirip arwana tergeletak lemas ditepi sungai.
“Ikan itu dibakar dan dimakan rame-rame,” kisahnya.
Kejadian beraroma mistis terjadi saat rombongan pelajar itu pulang berwisata. Sesampainya di sekolah, tiba-tiba saja sejumlah pelajar langsung kesurupan dan berteriak-teriak histeris.
“Satu persatu siswa kesurupan dan marah-marah menyoal ikan miliknya yang diambil dan dibakar,” jelasnya lagi.
Hingga akhirnya diputuskan untuk kembali ke Alas Purwo, persisnya di lokasi ikan ditemukan dan dibakar. Dengan bantuan sesepuh setempat, akhirnya digelar ritual untuk meminta maaf.
“Beberapa menit kemudian semua siswa yang kesurupan kembali sadar,” ucapnya.
Alas Purwo memang menjadi buah bibir karena keindahan alamnya dan sekaligus keangkerannya. Namun, terlepas dari itu semua. Ada baiknya pantangan itu dipatuhi, jika tidak ingin berurusan dengan hukum.
“Ya memang dimana pun berwisata jadilah wisatawan yang bijak, ikut menjaga kelestariannya,” pungkasnya.
MUHAJIR EFENDI