Radio Bintang Tenggara Informasi Dan Solusi 
Related Articles
BANYUWANGI, RBT – Perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) memicu polemik di tengah masyarakat Banyuwangi. Sorotan tajam tertuju pada sejumlah klausul, yang mengatur tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) secara tunggal sebesar 0,3 persen, Senin 11 Agustus 2025.
“Dulu, tanah bernilai Rp10 juta hingga Rp1 miliar dikenakan tarif 0,1 persen. Nantinya semua dikenakan 0,3 persen, tanpa melihat nilai objek. Artinya, tarif bisa naik tiga kali lipat atau 200 persen lebih bagi pemilik tanah kecil,” kata Syauqi, saat on air di Radio Bintang Tenggara.
Syauqi menjelaskan, perubahan Perda ini merupakan bentuk ketidakadilan fiskal yang dilegalkan. Kebijakan ini dinilai berpotensi menaikkan beban pajak hingga 200 persen bagi pemilik tanah bernilai kecil.
Syauqi mencontohkan, tanah senilai Rp20 juta yang sebelumnya dikenakan pajak Rp20 ribu per tahun, jika peraturan ini diberlakukan harus membayar Rp60 ribu. Begitu pula tanah senilai Rp500 juta yang dulunya dikenakan Rp500 ribu, kini menjadi Rp1,5 juta. Sementara pemilik tanah bernilai miliaran justru tidak mengalami kenaikan signifikan.
“Ini bukan sekadar perubahan teknis, tapi menyangkut prinsip keadilan,” tegasnya.
Syauqi menilai penjelasan dari sejumlah pejabat, baik itu eksekutif maupun legislatif belum menjawab substansi masalah. Menurutnya, tarif tetaplah tarif, dan angka 0,3 persen akan berlaku sama untuk semua objek pajak, terlepas dari nilai tanahnya.
“Perda ini sudah ditandatangani dan tinggal menunggu penomoran serta persetujuan Gubernur. Jika diberlakukan, dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang memiliki tanah bernilai kecil,” pungkasnya. (Asr)
