Polemik Penaikan Tarif PBB-P2 di Banyuwangi Berakhir?
Polemik Penaikan Tarif PBB-P2 di Banyuwangi Berakhir?

Polemik Penaikan Tarif PBB-P2 di Banyuwangi Berakhir?

BANYUWANGI, RBT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Banyuwangi kompak menyatakan tidak ada kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Namun di balik pernyataan manis itu, tersimpan fakta yang memicu kebingungan sekaligus keresahan, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Polemik ini mencuat setelah perubahan skema tarif yang dinilai mengerek beban pajak warga ber-NJOP rendah. Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang disahkan pada 6 Agustus 2025, lalu.

Ketentuan anyar tersebut, menghapus skema tarif (0,1% untuk NJOP ≤ Rp1 miliar; 0,2% untuk Rp1–5 miliar; 0,3% untuk > Rp5 miliar) dan menggantinya menjadi satu tarif flat 0,3% untuk semua lapisan NJOP. Dampaknya, pemilik rumah sederhana dengan NJOP di bawah Rp1 miliar terancam membayar pajak hingga tiga kali lipat dibanding skema lama.

“Jelas ada perubahan tarif. Pasal 9 ayat (1) Perda Nomor 1 Tahun 2024 mengatur tarif PBB-P2 yang semula tiga lapis menjadi single tarif 0,3 persen,” kata Achmad Syauqi, juru bicara Forum Banyuwangi Bergerak, Jumat, 15 Agustus 2025.

Syauqi menjelaskan, pergeseran skema inilah yang mendorong pihaknya menuntut pembatalan atau pencabutan ketentuan dalam Perda PDRD yang dianggap memberatkan masyarakat. Ia menilai stimulus atau pengurangan yang digaungkan pemerintah tidak otomatis menghapus substansi tarif 0,3% PBB-P2.

“Perda kedudukannya lebih tinggi dari Perbup. Mau diolah seperti apa, kalau aturan di atasnya sudah menetapkan 0,3 persen,” jelasnya.

Forum Banyuwangi Bergerak mengingatkan adanya risiko “bom waktu” bagi wajib pajak. “2026 mungkin sama seperti 2025. Tapi ketika warga sudah tenang, 2027 tarif bisa dinaikkan dua kali lipat sesuai Perda. Bom waktunya sudah dipasang,” ucap Syauqi.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan kelompok mahasiswa menyatakan akan terus mengawal ini, mendorong transparansi perumusan kebijakan, serta menuntut adanya mekanisme perlindungan yang jelas bagi pemilik NJOP rendah. Klaim “tidak ada kenaikan” dari Pemkab dan DPRD belum dapat diterima jika regulasi tidak dirubah.

“Perda adalah produk hukum yang mengikat bertahun-tahun. Kalau salah desainnya, dampaknya panjang dan sulit diubah. Kita akan terus bergerak hingga penetapan tarif PBB-P2 dibatalkan ataupun dirubah,” jelasnya.

Senada Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Banyuwangi, M. Haddadalwi Nasyafiallah, menegaskan penolakannya terhadap potensi kenaikan PBB-P2 yang dinilai akan membebani masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.

“Perubahan ini jelas berpotensi memicu kenaikan tarif, apalagi dasar penghitungannya tanpa pengendalian yang jelas. Masyarakat kecil akan menjadi pihak paling terdampak,” ungkap Nasya, sapaan akrab Ketua PC PMII Banyuwangi.

Nasya menambahkan, Raperda tersebut memiliki implikasi langsung terhadap beban pajak yang ditanggung warga. Kekhawatiran tersebut lantaran Pasal 9 ayat (1) dalam Raperda memuat perubahan tarif yang menetapkan tarif PBB-P2 sebesar 0,3 persen.

“Meskipun belum diberlakukan, perubahan penetapan tarif PBB-P2 sangat berpotensi menaikkan pajak yang harus dibayar,” pungkasnya. (Asr)

About Bintang Tenggara

Check Also

Tarif PBB-P2 Banyuwangi Naik? Silang Pendapat Regulasi dan Pernyataan Bingungkan Warga

Tarif PBB-P2 Banyuwangi Naik? Silang Pendapat Regulasi dan Pernyataan Bingungkan Warga

BANYUWANGI, RBT – Polemik kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *