Eks Korlap 1998 Jangan Hanya Jadi Pion Kekuasaan, Demontrasi Tanpa Struktur Mudah Chaos
Eks Korlap 1998 Jangan Hanya Jadi Pion Kekuasaan, Demontrasi Tanpa Struktur Mudah Chaos

Eks Korlap 1998 Jangan Hanya Jadi Pion Kekuasaan, Demontrasi Tanpa Struktur Mudah Chaos

BANYUWANGI, RBT – Aksi demonstrasi pada 25 Agustus 2025 lalu membuat H. Agus Dwi Hariyanto, SH, MH, salah satu Koordinator Lapangan (Korlap) yang pernah memimpin langsung demonstrasi reformasi 1998, angkat bicara. Hari menilai, unjuk rasa yang menelan korban jiwa seorang driver ojek online itu mencerminkan kemunduran dibandingkan gerakan rakyat 1998.

Menurutnya, demonstrasi bukan sekadar kerumunan massa, melainkan sebuah gerakan politik dan moral yang menuntut disiplin serta manajemen aksi yang matang. Perbedaan paling mencolok, kata Hari, terlihat dari absennya struktur dan koordinasi yang jelas pada aksi 25 Agustus.

“Pada masa itu, meski kami berhadapan dengan gas air mata, water canon, hingga tindakan represif aparat, gerakan tetap terjaga karena memiliki manajemen aksi yang jelas,” kata Hari kepada Bintang Tenggara, Minggu (31/8/2025).

Hari memaparkan, gerakan 1998 memiliki sistem yang rapi: koordinator umum sebagai pengambil keputusan strategis, korlap yang memimpin teknis lapangan, tim marshalling menjaga barisan, tim komunikasi yang melawan hoaks, tim logistik yang mengatur kebutuhan massa, tim medis siaga menangani korban, hingga tim hukum yang siap mengadvokasi bila terjadi penangkapan.

“Semua elemen itu berjalan secara disiplin, sehingga tujuan tercapai tanpa jatuh ke dalam anarki,” tutur Hari, yang dulu aktif dalam Ormek Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI.

Sebaliknya, Hari menyebut aksi 25 Agustus tidak memiliki komando yang jelas. Massa datang dari berbagai penjuru membawa isu yang tidak seragam, lalu berkumpul di satu titik tanpa arah dan tanpa barisan disiplin.

“Hasilnya mudah ditebak, massa gampang terprovokasi bahkan terseret ke situasi chaos. Aksi semacam ini menunjukkan betapa rapuhnya sistem yang seharusnya menopang gerakan rakyat,” jelasnya.

Selain mengkritisi lemahnya manajemen aksi, Hari juga menyoroti aparat kepolisian. Menurutnya, aparat gagal menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dalam mengendalikan massa. Salah satu kesalahan fatal adalah penggunaan kendaraan taktis yang justru masuk ke tengah kerumunan.

“Berdasarkan pengalaman, kendaraan taktis seharusnya berada di perimeter, bukan bermanuver di tengah massa. Kemarin kita semua menyaksikan, manuver itu sangat berbahaya hingga menelan korban jiwa seorang driver ojek online. Ini bukan semata kecelakaan, melainkan buah dari kegagalan manajemen ganda. Massa yang tidak siap, aparat yang tidak profesional,” tegasnya.

Hari menambahkan, tragedi tersebut harus menjadi bahan evaluasi serius bagi masyarakat sipil maupun aparat. Ia menekankan bahwa demonstrasi merupakan hak konstitusional warga negara, namun harus dijalankan dengan disiplin dan tanggung jawab. “Rakyat hanya dijadikan pion, pertarungan besarnya bukan di jalanan, tetapi di singgasana kekuasaan,” ujarnya mengingatkan.

Hari juga mengimbau masyarakat untuk bijak dalam menyampaikan aspirasi dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang memanfaatkan momentum politik. “Marilah kita dalam mengelola informasi, jangan mudah terprovokasi dan tetap menjaga nalar sehat,” pungkasnya. (Asr)

About Bintang Tenggara

Check Also

Ratusan Warga Binaan Lapas Banyuwangi Ikuti Skrining Kesehatan Cegah Penyakit TBC

Ratusan Warga Binaan Lapas Banyuwangi Ikuti Skrining Kesehatan Cegah Penyakit TBC

BANYUWANGI, RBT – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banyuwangi memulai program skrining tuberkulosis (TBC) bagi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *