Harga Buah Naga Banyuwangi Anjlok Saat Panen Raya, Petani Keluhkan Minimnya Dukungan Pasar
Harga Buah Naga Banyuwangi Anjlok Saat Panen Raya, Petani Keluhkan Minimnya Dukungan Pasar

Harga Buah Naga Banyuwangi Anjlok Saat Panen Raya, Petani Keluhkan Minimnya Dukungan Pasar

BANYUWANGI, RBT – Kabupaten Banyuwangi yang dikenal sebagai pemasok buah naga terbesar di Indonesia tengah menghadapi persoalan serius terkait stabilitas harga. Meski produktivitasnya mencapai 82.544 ton per tahun dari total lahan 3.786 hektare, nilai jual buah naga di tingkat petani justru terus merosot saat musim panen raya berlangsung.

Fenomena ini mencuat dalam saresehan pertanian yang digelar di Aula Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Sabtu (6/9/2025). Achmad Hadi, salah satu petani buah naga, mengungkapkan harga di tingkat pengepul saat ini hanya berkisar Rp5.000 per kilogram. Angka itu jauh di bawah harga normal yang seharusnya di atas Rp8.000 per kilogram.

“Dengan harga segitu jelas tidak imbang dengan biaya operasional. Indonesia ini produsen buah naga nomor tiga dunia, 30 persennya dari Banyuwangi, tapi kenapa setiap panen harga selalu jatuh?” keluh Hadi.

Menurutnya, potensi produksi yang melimpah seharusnya bisa memberi keuntungan lebih besar, terutama melalui pasar ekspor. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan margin ekspor sangat kecil, sehingga petani tidak merasakan dampak signifikan dari status Banyuwangi sebagai sentra nasional.

Menanggapi hal tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Ilham Juanda, tidak menampik adanya sejumlah hambatan. Salah satunya adalah mundurnya investor yang sempat membangun fasilitas packing house di Banyuwangi. Investor tersebut menilai Indonesia kalah bersaing dengan Thailand yang lokasinya lebih dekat dengan pasar utama, yakni China.

“Sudah ada investor yang membangun packing house, tapi kemudian berhenti karena kalah bersaing dengan Thailand. Mereka lebih dekat ke China, sehingga logistik lebih murah dan cepat,” ungkap Ilham.

Ia menegaskan perlunya langkah strategis untuk memperkuat posisi petani buah naga Banyuwangi. Selain mendorong penerapan Good Agricultural Practices (GAP) untuk meningkatkan kualitas, Ilham menekankan pentingnya menghadirkan industri pengolahan di daerah.

“Sentra industri jangan hanya terkonsentrasi di kota besar. Kalau olahan buah naga seperti sirup, jus, hingga produk turunan lainnya bisa diproduksi langsung di Banyuwangi, maka nilai tambah akan dirasakan petani,” jelasnya.

Dengan luas lahan ribuan hektare dan produktivitas puluhan ribu ton per tahun, buah naga Banyuwangi memiliki potensi besar untuk menembus pasar internasional. Namun tanpa penguatan sistem pascapanen dan dukungan industri olahan, petani dikhawatirkan akan terus terjebak dalam siklus harga murah setiap musim panen raya. (Asr/Rij)

About Bintang Tenggara

Check Also

Ratusan Warga Binaan Lapas Banyuwangi Ikuti Skrining Kesehatan Cegah Penyakit TBC

Ratusan Warga Binaan Lapas Banyuwangi Ikuti Skrining Kesehatan Cegah Penyakit TBC

BANYUWANGI, RBT – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banyuwangi memulai program skrining tuberkulosis (TBC) bagi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *