Bintangtenggara.net – Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengonfirmasi keterlibatannya dalam penyelesaian restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh. Pernyataan ini sekaligus mengakhiri polemik publik mengenai beban keuangan proyek strategis nasional tersebut.
“Tidak perlu ada kekhawatiran. Saya telah mempelajari persoalan Whoosh dan tidak menemui masalah yang tidak dapat diatasi. Saya yang akan bertanggung jawab penuh atas penyelesaiannya,” tegas Presiden Prabowo usai meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di Jakarta.
Pernyataan ini merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah akan hadir dalam proses restrukturisasi, termasuk dengan mempertimbangkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dalam keterangan terpisah, memperjelas langkah yang sedang diambil. Pemerintah bersama Danantara, holding BUMN infrastruktur, tengah merancang skema restrukturisasi utang yang melibatkan negosiasi dengan China Development Bank (CDB). Nilai pinjaman yang dibahas mencapai lebih dari US$7 miliar.
“Pemerintah hadir untuk memastikan solusi terbaik. Kami sedang mengkaji berbagai opsi, termasuk pola pembagian tanggung jawab yang feasible dan adil bagi semua pihak,” jelas AHY di Istana Kepresidenan.
Salah satu skema yang sedang dikaji adalah pemisahan pengelolaan aset. Opsi yang diusulkan adalah pengalihan pengelolaan prasarana, seperti stasiun, kepada pemerintah, sementara sarana operasional seperti rangkaian kereta tetap di bawah operator. Pola ini sejalan dengan praktik pengelolaan perkeretaapian di Indonesia, dimana PT KAI mengelola operasi kereta dan Kementerian Perhubungan mengelola infrastruktur.
Namun, rencana keterlibatan APBN ini tidak berjalan mulus. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menyatakan penolakan tegas terhadap usulan Danantara yang meminta pemerintah menanggung beban utang. Purbaya menegaskan bahwa proyek KCJB bersifat business-to-business dan bukan merupakan utang pemerintah pusat.
“Prinsipnya harus jelas. Jangan ketika ada keuntungan dinikmati sebagai entitas bisnis, tetapi ketika ada beban lalu dialihkan kepada pemerintah,” tegas Purbaya dalam sebuah forum terpisah.
CEO Danantara, Rosan P. Roeslani, enggan berkomentar lebih jauh, hanya menyebutkan bahwa tim lintas kementerian masih terus melakukan diskusi dan negosiasi dengan pihak China, yang hingga kini belum mencapai kata sepakat.
Dengan komitmen politik dari Presiden, pemerintah kini mencari formula restrukturisasi yang mampu mendukung keberlanjutan operasional Whoosh tanpa membebani keuangan negara secara berlebihan. Penyelesaian utang ini juga menjadi prasyarat sebelum pembahasan pengembangan rute kereta cepat dapat dilanjutkan. (Asr)
Radio Bintang Tenggara Informasi Dan Solusi