BANYUWANGI, RBT – Di tengah kelok-kelok terjal dan cuaca yang kerap tak bersahabat di jalur penghubung vital antara Banyuwangi dan Jember, terdapat sosok yang menjadi tumpuan banyak orang untuk memperoleh informasi terupdate Jalur Gunung Gumitir, yaitu Wiji Hariyanto.
Pria kelahiran 1982 itu bukanlah pejabat, bukan pula petugas dinas, tetapi perannya dalam menjaga keselamatan dan kelancaran jalur Gunung Gumitir tak bisa dipandang sebelah mata. Ia dikenal luas sebagai relawan yang setiap hari menyuarakan kondisi terkini jalur nasional itu, ibarat merpati yang tak pernah lelah mengirimkan kabar dari ketinggian.
Dari rumahnya di Desa Kalibaru Kulon, Banyuwangi, Wiji berangkat setiap pagi menuju kawasan Gunung Gumitir, di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Jember. Tidak ada upah. Tidak ada gaji. Hanya dorongan hati yang tulus untuk menjadi mata dan telinga bagi siapa pun yang hendak melintasi jalur berkelok di antara perbukitan itu.
“Kadang saya berangkat pagi, baru pulang malam. Ada saja yang harus dilaporkan. Kalau tidak ada kejadian, ya tetap pantau,” kata Wiji, Jumat 25 Juli 2025.
Sudah bertahun-tahun ia menjalani rutinitas ini. Bahkan jauh sebelum ia dikenal sebagai relawan Tim Reaksi Cepat (TRC) Jalur Gumitir. Semua itu bermula dari kebiasaannya berbagi informasi di komunitas.
Wiji mulai memperhatikan betapa pentingnya informasi real-time mengenai kondisi jalan, terutama di Gumitir yang rawan longsor, pohon tumbang, jalan berkabut, bahkan kecelakaan.
“Saya dulu suka kasih info ke grup WhatsApp teman-teman komunitas. Tapi lama-lama, banyak orang luar juga minta info. Dari sanalah saya serius mengabdi,” kenangnya.
Jalur Gunung Gumitir bukan sekadar penghubung dua kabupaten. Bagi ribuan pengendara, termasuk sopir logistik, bus antarkota, hingga warga desa-desa sekitar, jalur ini adalah nadi ekonomi dan sosial. Ketika hujan deras mengguyur atau kabut tebal menyelimuti, risiko bertambah. Dalam situasi seperti itulah, peran Wiji terasa sangat krusial.
Tak jarang, ia menjadi orang pertama yang mengabari pihak kepolisian, Dinas Perhubungan, hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) saat terjadi kecelakaan atau bencana.
Wiji melaporkan setiap kejadian melalui pesan suara, video, maupun foto ke berbagai pihak, mulai dari Polresta Banyuwangi, Polres Jember, Dinas PU Bina Marga Provinsi, hingga media lokal, dengan peralatan seadanya.
“Saya bukan siapa-siapa. Hanya ingin jalan ini aman untuk semua. Kalau ada pohon tumbang atau tanah longsor, saya langsung lapor. Kadang bantu evakuasi, tapi paling utama ya info cepat dan akurat, supaya pihak berwenang segera bertindak,” ungkap Wiji.
Kini, meskipun tak berseragam dan tanpa pangkat, Wiji Hariyanto telah menjadi ikon jalur Gumitir. Di tengah derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi, peran individu seperti Wiji membuktikan bahwa dedikasi dan kepedulian sosial tetap menjadi nilai paling berharga.
Ia bukan pahlawan dalam pengertian umum. Ia bukan aparat yang wajib siaga. Tapi keberadaannya telah menjadi pengikat simpul antara masyarakat dan instansi. Sebuah jembatan komunikasi yang menghubungkan informasi dengan tindakan nyata.
“Selama saya masih bisa jalan, masih bisa naik motor ke Gumitir, saya akan terus lakukan ini,” tutur Wiji Hariyanto.
Di balik pengorbanannya, Wiji tak pernah berharap balasan materi. Namun apresiasi atas semangat memberikan informasi datang dari banyak pihak.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Banyuwangi, Komang Sudira Atmaja, misalnya, secara terbuka mengucapkan terima kasih atas dedikasi Wiji sebagai relawan jalur Gumitir.
“Kami sangat menghargai apa yang dilakukan Pak Wiji. Beliau luar biasa dalam memberikan informasi penting mengenai kondisi jalur Gumitir,” ujar Komang saat siaran langsung di Radio Bintang Tenggara.
Komang menegaskan, koordinasi dengan relawan seperti Wiji sangat membantu dalam mengambil keputusan cepat, terutama saat kondisi darurat. Banyak pengguna media sosial dan komunitas pengemudi menjadikan laporan Wiji sebagai rujukan utama saat hendak melintasi jalur Gunung Gumitir.
“Beliau selalu aktif. Bagi kami, informasi dari lapangan seperti yang diberikan Pak Wiji sangat membantu dan bermanfaat untuk semua,” terang Komang.
Peran krusial Wiji Hariyanto sangat dibutuhkan masyarakat dalam berbagi informasi. Terlebih jalur Gunung Gumitir akan ditutup total selam dua bulan, mulai dari 24 Juli hingga 24 September 2025. Suara khas “Jalur aman. Lalu lintas lancar arah Banyuwangi maupun Jember” bakal dirindukan oleh masyarakat.
Suara Wiji Hariyanto mengudara, bukan cuma menyampaikan informasi, tapi menjadi simbol kepedulian dan pengabdian tanpa pamrih di jantung jalur Gunung Gumitir. Layaknya merpati penjaga yang setia bolak-balik, perannya mengabarkan adalah penegasan: di balik kesunyian alam, selalu ada sosok tulus yang berjaga untuk kepentingan banyak orang. (Asr)