Banyuwangi – Komunitas warga yang gemar berkebun bisa dimanfaatkan sebagai salah satu pilar untuk mengendalikan tingkat inflasi. Pemanfaatan lahan kosong untuk ditanami aneka komoditas bisa menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pasar.
“Jika separuh saja masyarakat menggalakkan urban farming, mengembangkan tanaman di lahan-lahan sekitar rumah, tingkat inflasi bisa ditekan lebih rendah lagi, karena masyarakat tidak tergantung dengan harga pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” papar Bupati Anas saat membuka acara Konferensi IV Indonesia Berkebun di taman yang berada di komplek GOR Tawang Alun, Banyuwangi, Sabtu (6/8).
Indonesia Berkebun sendiri adalah gerakan komunitas yang bergerak melalui media sosial yang bertujuan untuk menyebarkan semangat positif untuk lebih peduli kepada lingkungan dan perkotaan dengan program urban farming. Yaitu memanfaatkan lahan tidur di kawasan perkotaan yang diubah menjadi lahan pertanian/perkebunan produktif lewat peran masyarakat sekitar.
Konferensi IV Indonesia Berkebun dihadiri delegasi dari 24 kabupaten/kota seluruh Indonesia dan komunitas berkebun dari tiga perguruan tinggi.
Anas mengatakan, dengan komoditas yang berhasil dicukupi sendiri, daya beli warga bisa terjaga. “Mau bikin sambal tinggal metik cabai di depan rumah. Ini sekaligus menjaga psikologi pasar, tidak panik memburu komoditas, sekaligus menyeimbangkan supply and demand. Kalau makin banyak warga yang berkebun otomatis suplai terjaga, minimal untuk diri sendiri. Jadi pas permintaan di pasar naik, tidak bingung ikut memburu dan membeli karena kita sudah punya stok sendiri,” papar Anas.
Dia menambahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Banyuwangi pada bulan Juli 2016 sebesar 0,43%, nomor dua terendah di Jatim. Inflasi Januari-Juli 2016 Banyuwangi 1,49%, lebih rendah dari rata-rata Jatim 1,85%. “Ini cukup baik dan akan kita jaga di level yang moderat sehingga tidak mengganggu daya beli warga,” ujarnya.
Selain bisa membantu menjaga inflasi, kehadiran komunitas berkebun juga meningkatkan pendapatan keluarga. Saat ini, sambung Anas, mayoritas kegiatan urban farming masih bersifat subsisten. Artinya, hanya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Belum banyak yang ke arah komersial. Padahal kalau digarap serius potensinya besar, bisa menambah pendapatan keluarga.
“Saran saya, perlu diberi nilai tambah. Misalnya, berkebun dengan sistem organik, pasti nilai jualnya naik. Saya sih bermimpi bisa nggak Banyuwangi Berkebun produknya masuk supermarket? Atau minimal dititipkan di toko-toko besar? Bisa jual tomat, sayuran macam-macam, dan lain-lain. Selain organik, bisa dibikin nilai tambah lain. Misal bikin minuman temulawak,” kata dia.
Rizki Restiawan