Festival Sastra yang di gelar Pemkab Banyuwangi di Maron Genteng. (Foto. Istimewa)
Festival Sastra yang di gelar Pemkab Banyuwangi di Maron Genteng. (Foto. Istimewa)

Pemkab Banyuwangi Gelar Festival Sastra, Upaya Melestarikan Bahasa Daerah di Kalangan Siswa

BINTANGTENGGARA.NET, Banyuwangi – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus berupaya membumikan karya sastra di kalangan pelajar hingga guru lewat Festival Sastra.

Kegiatan tersebut diadakan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Maron, Genteng dengan menampilkan dan mengompetisikan sastra dalam berbagai bahasa, termasuk Bahasa Indonesia, Using, Jawa dan Inggris.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan Festival itu bukan hanya perayaan karya sastra, tapi juga momen penting merenungkan kembali bagaimana sastra berperan dalam merevitalisasi bahasa.

Festival Sastra Banyuwangi diikuti oleh sekitar 400 pelajar yang berpartisipasi dalam berbagai lomba, seperti Cipta Puisi Bahasa Indonesia, Cipta Puisi Bahasa Using.

Baca Puisi dengan Bahasa Indonesia dan Using, Cipta Pentigraf (Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa), Cipta Geguritan, Cipta Cerpen (Bahasa Using), Speech Contest, hingga Story Telling.

Ipuk berharap festival ini dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap bahasa daerah di kalangan anak-anak muda.

“Kagum dengan karya-karya kalian. Semoga kalian konsisten dan semakin banyak anak yang cinta sastra, apalagi sastra daerah. Sastra daerah jangan sampai menjadi asing di daerah sendiri, tetap perlu kita pelajari dan kembangkan,” ujar Ipuk kepada para pelajar.

Sejak pertama kali diadakan pada tahun 2017, Festival Sastra Banyuwangi telah menunjukkan dampak positif.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan, rata-rata nilai rapor siswa di bidang literasi pada tahun 2024 naik menjadi 82,01, dibandingkan tahun sebelumnya 73,48.

“Festival Sastra ini akan memperkuat karakter siswa. Selain meningkatnya literasi, sastra juga mengasah kepekaan seseorang, dan ini sangat positif sekali,” jelas Ipuk.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno, menjelaskan bahwa Festival Sastra dirangkai dengan berbagai perlombaan untuk merangsang kreativitas pelajar dan guru.

Peserta mengumpulkan karya mereka melalui Google Meet dan YouTube, yang kemudian dikurasi dan dinilai hingga tersisa 40 finalis.

“Setelah itu, 40 finalis terpilih ditampilkan dan dipamerkan di babak final,” terang Suratno.

Beberapa karya yang ditampilkan dalam festival ini antara lain Geguritan berjudul “Pamulangan”, Puisi Bahasa Indonesia berjudul “Aku Ingin Membaca Indonesia”.

Lalu Puisi Bahasa Using berjudul “Merdekane Indonesia”, dan Story Telling tentang Legenda Danau Toba serta Malin Kundang.

Untuk cipta cerpen bahasa Using, karya yang ditampilkan antara lain “Lebaran Ring Kemiren”, “Rahasia Bisikan Nyi Semi”, “Kejiman”, “Merdeka Belajar Sinau Merdeka”, dan “Titisan Mbah Muk”.

Festival Sastra Banyuwangi bukan hanya ajang kompetisi, tetapi juga wadah untuk memupuk kecintaan terhadap sastra dan bahasa daerah di kalangan generasi muda. (RBT/Far)

About Fareh Hariyanto

Check Also

Heru Prayito, Kepala MI Baburrohmah Kalibaru (42) menceritakan kronologi saat ia bersama guru lainnya menemukan korban. (Foto. Rendra Prasetyo)

Kepala Sekolah MI Baburrohmah Kalibaru Bercerita Saat Menemukan Korban Meninggal Dunia di Kebun Sengon

Heru Prayito, Kepala MI Baburrohmah Kalibaru (42) menceritakan kronologi saat ia bersama guru lainnya menemukan korban hingga akhirnya dikabarkan meningal dunia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *