Puter Kayun, Tradisi Yang Masih Dilestarikan Hingga Kini

Giri – Berbicara tentang tradisi khas masyarakat suku using di Banyuwangi, sudah pasti selalu menarik perhatian. Apalagi tradisi tersebut dirangkai apik dalam sebuah festival tahunan.

Setiap tanggal 10 Syawal atau 10 hari setelah hari raya Idul Fitri, masyarakat Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri menggelar tradisi unik, yakni Puter Kayun.

Seperti siang tadi, Jumat (15/7), belasan dokar dihias aneka bunga cantik dan beragam asesoris yang menarik, layaknya andong wisata. Dokar-dokar ini adalah milik warga Boyolangu yang memang masih memegang adat Puter Kayun.

Puter Kayun merupakan satu dari puluhan tradisi kuno yang masih dijaga oleh masyarakat suku using Banyuwangi hingga saat ini. Puter Kayun adalah napak tilas pembangunan jalan dari Panarukan – Banyuwangi. Napak tilas itu dilakukan dengan menunggang Dokar dari Kelurahan Boyolangu ke Watudodol yang menempuh jarak sekitar 15 km.

Ketua Panitia, Muhammad Ihrom mengatakan, tradisi Puter Kayun ditahun ini telah dimasukan kedalam rangkaian Banyuwangi Festival (B-Fest) 2016. Untuk itu, dirinya mewakili masyarakat Kelurahan Boyolangu mengucapkan terimakasih kepada Pemkab Banyuwangi. “Tahun sebelumnya tradisi ini selalu dimeriahkan oleh warga Kelurahan Boyolangu sendiri saja” ungkapnya.

Selain sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan YME, tradisi Puter Kayun ini juga sebagai ritual untuk menepati janji. Menurut Ihrom, Konon, Buyut Jaksa yang tinggal di Bukit Silangu adalah seorang yang sangat sakti. Ia adalah orang yang berjasa dalam pembangunan jalan dari Panarukan hingga Banyuwangi di masa Kolonial Belanda. Namun usaha pembuatan jalan tersebut terhenti karena menemui rintangan. Rintangan tersebut adalah bukit batu yang keras dan tebal, sehingga tidak terusik sedikitpun oleh kekuatan manusia. Terlebih lagi dibukit itu diyakini ada kekuatan gaib. Tiap hari korban pun berjatuhan dari pihak Pribumi.

Akhirnya, Schopoff (Residen di Banyuwangi) meminta Mas Alit (Bupati Banyuwangi Pertama) untuk mengatasi hal itu, yang kemudian Mas Alit mengutus Buyut Jaksa untuk membantunya. Buyut Jaksa awalnya menolak tapi akhirnya setuju dengan syarat orang Belanda juga harus ikut kerja rodi. Setelah disetujui, beliaupun memanggil Raja makhluk halus yang berada di sana, karena dia tahu bukit itu dihuni makhluk halus.

Raja makhluk halus mau membantu Buyut Jaksa asalkan syarat-syarat yang dia minta dipenuhi. Pertama, harus disisakan sebuah batu didekat pantai sebagai tempat bernaungnya. Kedua, mengadakan selamatan atau ajeg-ajeg. Ketiga, keturunan Buyut Jaksa tiap tahun harus menyempatkan diri mengunjungi Gunung Batu itu agar silahturahmi tidak terputus.

CIMG0693Sementara itu usai Muhammad Ihrom memberikan sambutan, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas langsung naik ke atas pentas untuk membuka tradisi khas suku using ini. Dalam kesempatan itu, Bupati Anas mengatakan bahwa tradisi puter kayun yang masuk Banyuwangi Festival ini berasal dari masyarakat yang tumbuh dari bawah.

Bupati pun bangga bahwa tradisi puter kayun ini bisa masuk agenda besar Banyuwangi festival. Tradisi ini benar-benar prakarsa dari bawah dan pemerintah daerah akan terus mewadahi dan selalu nguri-nguri budaya yang telah tumbuh dan menjadi identitas masyarakat.

“Banyuwangi festival akan konsisten mengangkat tradisi lokal masyarakat setempat. Festival yang sifatnya tradisi lokal akan tetap kami gelar di daerah tersebut, bukan justru kami usung ke kota. Selain untuk menjaga tradisi dan ritual yang ada, ini juga sebagai cara untuk menumbuhkan banyak obyek atraksi wisata di Banyuwangi,” ujar Anas.

CIMG0698Selanjutnya Bupati Anas memecah kendi sebagai tanda dimulainya tradisi Puter Kayun. Anas mendapat kesempatan naik dokar utama, diikuti tamu dan warga desa lain yang ada di urutan belakangnya.

Sambil dokar berjalan, seluruh masyarakat Boyolangu berdiri mengiringi dokar-dokar di sepanjang jalan yang menjadi rute puter kayun. Sampai di urutan dokar terakhir, masyarakat pun bergeas mengikuti rombongan dokar-dokar ini hingga di pantai Watu Dodol.

Rizki Restiawan

 

About Rima Indah

Check Also

Makam korban pembunuhan siswi MI yang ada di Desa Kalibaru Manis, Kecamatan Kalibaru. (Foto. Rendra Prasetyo)

Siswi MI di Kalibaru Manis yang Ditemukan Meninggal Dunia karena Dibunuh Dimakamkan Kamis Dini Hari

Korban pembunuhan di Kalibaru yang sebelumnya sempat menjalani proses autopsi di RSUD Genteng, akhirnya dimakamkan pada Kamis, 14 November 2024, sekitar pukul 03.00 WIB dini hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *